Sabtu, 12 Mei 2012

Udang vannamei


       Udang putih Amerika (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia selain udang windu (Litopenaeus monodon). Di Indonesia Udang L. Vannamei lebih dikenal dengan nama udang vannamei.

       a.    Klasifikasi dan Morfologi
       Udang vannamei digolongkan kedalam genus Penaeid pada filum Arthropoda. Ada ribuan spesies di filum ini namun, yang mendominasi perairan berasal dari subfilum crustacea. Ciri-ciri subfilum crustacea yaitu memiliki 3 pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit, terutama dari ordo Decapoda, seperti Litopenaeus chinensis, L. Indicus, L. Japonicus, L. Monodon, L. Stylirostris dan Litopenaeus vannmei. Berikut tata nama udang vannamei menurut Haliman dan Dian (2006):
Kingdom          : Animalia
Subkingdom    : Metazoa
Filum               : Arthropoda
Subfilum          : Crustacea
Kelas               : Malacostraca
Subkelas         : Eumalacostraca
Superordo       : Eucarida
Ordo                : Decapoda
Subordo          : Dendrobrachiata
Famili              : Penaeidae
Genus             : Litopenaeus
Spesies           : Litopenaeus vannamei
       Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Udang vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut (Haliman dan Dian, 2006),
1)    Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam Lumpur (burrowing).
2)    Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.
3)    Organ sensor, seperti pada antena dan antenula.

b.    Siklus Hidup
       Menurut Haliman dan Dian (2006), siklus hidup udang vannamei sebelum ditebar di tambak yaitu stadia nauplii, stadia zoea, stadia mysis, dan stadia postlarva.
1.    Stadia nauplii
Pada stadia ini, larva berukuran 0,32 – 0,58 mm. Sistem pencernaannya masih belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur sehingga pada stadia ini benih udang vannamei belum membutuhkan makanan dari luar.
2.    Stadia zoea
Stadia zoea terjadi setelah nauplii ditebar di bak pemeliharaan sekitar 15 – 24 jam. Larva sudah berukuran 1,05 – 3,30 mm. Pada stadia ini, benih udang mengalami moulting sebanyak 3 kali, yaitu stadia zoea 1, zoea 2, dan zoea 3. lama waktu proses pergantian kulit sebelum memasuki stadia berikutnya (mysis) sekitar 4-5 hari. Pada stadia ini, benih sudah dapat diberi pakan alami, seperti artemia.
3.    Stadia mysis
Pada stadia ini, benih sudah menyerupai bentuk udang yang dicirikan dengan sudah terlihat ekor kipas (uropod) dan ekor (telson). Benih pada stadia ini sudah mampu menyantap pakan fitoplankton dan zooplankton. Ukuran larva berkisar 3,50 – 4,80 mm. Stadia ini memiliki 3 sub stadia, yaitu mysis 1, mysis 2 dan mysis 3 yang berlangsung selama 3-4 hari sebelum masuk pada stadia postlarva (PL)
4.    Stadia postlarva (PL)
Pada stadia ini, benih udang vannamei sudah tampak seperti udang dewasa. Hitungan stadia yang digunakan sudah berdasarkan hari. Misalnya, PL 1 berarti postlarva berumur 1 hari. Pada stadia ini udang sudah mulai aktif bergerak lurus ke depan dan memiliki kecenderungan sifat sebagai karnivora.

c.    Tingkah Laku saat Makan
       Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton, copepoda, polychaeta, larva kerang, dan lumut. Udang vannamei mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor. Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena  dan maxilliped. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan.
       Untuk mendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan langsung dijepit menggunakan kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam mulut. Pakan yang berukuran kecil masuk ke dalam kerongkongan dan esophagus. Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut.
       Kebiasaan makan dan cara makan (feeding and food habit) juga identik dengan udang windu, yaitu tergolong hewan omnivorous scavenger, pemakan segala (hewan dan tumbuhan) dan bangkai. Jenis makanan yang dimakan udang vannamei antara lain plankton (fitoplankton dan zooplankton), alga bentik, detritus dan bahan organik lainnya. Yang membedakan dengan udang windu dari aspek feeding and food habit adalah pada udang vannamei lebih rakus (piscivorous) dan membutuhkan protein yang lebih rendah. Udang vannamei membutuhkan pakan yang mengandung protein 32-38% (Kordi, 2007).

Referensi
Haliman, W. R dan Dian Adijaya. 2006. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarata
Kordi ,M.G.H., dan A. B. Tandjung. 2007. Pengelolaan Kualitas Perairan Dalam Budidaya Perairan. Cetakan Pertama. Rineka Cipta. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar