Selasa, 10 September 2013

DINAMIKA POPULASI PLANKTON DI TAMBAK INTENSIF UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) (BBAP) SITUBONDO


Mita Galih Setiawan1, Herwati Umi Subarijanti2




Abstrak
       Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika populasi plankton pada tambak udang vanamei di BBAP Situbondo. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Pengambilan sampel dilakukan 3 kali dalam sehari, dan dilakukan seminggu sekali selama 3 minggu. Sampel air dan plankton diambil pada pagi, siang dan sore. Data kualitas air pada tambak, sebagai berikut, kecerahan pada minggu pertama sebesar 150 cm, minggu kedua sebesar 60 cm dan minggu ketiga sebesar 40 cm. Salinitas berkisar antara 33-35 ppt dan pH berada dalam suasana basa nilainya berkisar antara 8,25-8,67. kadar nitrat antara 2,5 - 9,2 mg/l; kadar phospat antara 0,04 - 0,13 mg/l, kandungan TOM berkisar antara 75,84 - 108,704 mg/l. Plankton yang ditemukan yaitu fitoplankton (Chloropytha, Cyanophyta, Diatom, dan Dinoflagelata) dan zooplankton (Tintinidae, Copepoda dan Rotifera). Kesimpulan dari penelitian ini adalah populasi plankton berubah dari waktu ke waktu. Pada pagi hari, banyak ditemukan plankton dari golongan Diatom (4246 sel/ml – 9431 sel/ml), Cyanophyta (4246 sel/ml – 14437 sel/ml) dan Copepoda (5095 ind/ml – 24628 ind/ml). Pada siang hari, plankton yang mendominasi adalah dari filum Diatom (6794 sel/ml – 7643 sel/ml)  dan yang paling sedikit dari filum Copepoda (1698 sel/ml – 3397 sel/ml). Pada sore hari, plankton yang mendominasi adalah dari filum Copepoda (11040 sel/ml – 23779 sel/ml).

Key word: Dinamika, plankton, tambak
 


1 Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
2 Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya



1.      PENDAHULUAN
Plankton merupakan mikroorganisme yang memiliki peran penting dalam suatu perairan. Menurut Herawati dan Kusriani (2005), plankton merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh arus perairan. Organisme ini terdiri dari mikroorganisme yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan tumbuhan (fitoplankton).  Menurut Suryanto (2006), komunitas organisme adalah sesuatu yang dinamis, dimana populasi-populasi yang ada didalamnya saling berinteraksi, dan mengalami variasi dari waktu ke waktu.
Dinamika plankton dipengaruhi oleh faktor fisika (suhu, intensitas cahaya), faktor kimia (unsur hara), dan faktor biologis (kompetisi dan pemangsaan). Jenis plankton yang berbeda mempunyai reaksi yang berbeda pula misalnya terhadap suhu dan intensitas cahaya.
Adanya fenomena di atas menjadi alasan perlunya mengadakan penelitian lebih lanjut tentang dinamika plankton di perairan. Hal ini dapat dilakukan salah satunya pada perairan tambak, mengingat tambak merupakan salah satu media budidaya yang menguntungkan. Menurut Marindro (2009), perairan tambak merupakan jenis perairan tertutup yang menggenang dan dibatasi oleh petakan tambak, sehingga ditinjau dari dinamika perairan relatif bersifat statis dan kualitas perairannya sangat tergantung dari pengaruh/perlakuan dari luar.

2.     METODE
Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode penelitian survei. Menurut Arikunto (2005) penelitian survei merupakan penelitian yang biasanya dilakukan untuk subjek peneliti yang banyak, dimaksudkan untuk mengumpulkan pendapat atau informasi mengenai status gejala pada waktu penelitian dilangsungkan. Berbeda dengan metode penelitian deskriptif yaitu penelitian bukan eksperimen karena tidak dimaksudkan untuk mengetahui akibat dari suatu perlakuan.
Pada praktek kerja lapang ini diambil 2 sampel yaitu sampel air dan plankton yang diambil dari tambak pembesaran udang vanamei (Litopenaeus vannamei). Pengambilan sampel dilakukan 3 kali dalam sehari, dan dilakukan seminggu sekali selama 3 minggu. Sampel air dan plankton diambil 3 kali pada jam 06.00 pagi, jam 12.00 siang dan jam 18.00 petang. Pada pengambilan sampel plankton diambil 3 stasiun pada area tambak yaitu bagian inlet, outlet, dan tengah tambak. Adapun teknik pengambilan sampel air adalah dengan memasukkan botol air mineral 600 ml yang telah dilubangi tutupnya kedalam perairan tambak. Botol tersebut diikatkan ke tongkat dan digerakkan kedasar dan permukaan secara perlahan agar bisa mewakili keadaan didasar dan permukaan perairan. Kemudiaan diangkat setelah terisi penuh. Sedangkan teknik pengambilan sampel plankton Mengambil sampel air sebanyak 25 liter dan disaring dengan planktonet, memberi lugol sebanyak 3-4 tetes pada sampel plankton dalam botol film. Metode analisa plankton menggunakan letode lackey drop

3.     PEMBAHASAN
3.3.1 Suhu
       Pada pengukuran suhu didapatkan kisaran suhu antara 28-33 o C. Menurut Kordi dan Andi (2007), kisaran suhu optimal untuk kehidupan ikan dan udang di perairan tropis adalah antara 28-32 oC. Hal ini berarti fluktuasi suhu pada mingu 1 dan 2 masih optimal dan pada minggu ke- 3 terdapat suhu yang terlalu tinggi yaitu 33 oC (gambar 1). Suhu tinggi pada minggu ke-3 disebabkan karena pada saat pengambilan sampel cuaca cerah dan sinar matahari dapat leluasa masuk ke badan air. Pada minggu ke-3, saat suhu tinggi salinitas air tambak juga tinggi yaitu sebesar 35 ‰. Kenaikan suhu akan memperbesar penguapan sehingga salinitas pada perairan akan bertambah.



Gambar 1. Dinamika suhu


       Suhu diperairan akan mengalami fluktuasi harian seperti digambarakan pada gambar 1. Pertumbuhan dan kehidupan biota budidaya sangat dipengaruhi suhu air. Umumnya dalam batas-batas tertentu kecepatan pertumbuhan biota meningkat sejalan dengan naiknya suhu air. Namun, perubahan suhu yang drastis dapat mematikan biota air.
3.3.2Kecerahan dan Warna Air
       Kecerahan dan warna perairan sangat erat hubungannya, kesemuanya dipengaruhi oleh plankton, mineral, dekomposisi bahan organik dan zat-zat lainnya yang terlarut dalam air. Pada minggu pertama pengamatan, kecerahan air sampai dasar perairan dan terus menurun untuk minggu selanjutnya (tabel 4). Penurunan kecerahan seiring dengan berubahnya warna peraian dari minggu pertama berwarna hijau muda sampai pada minggu ke-3 berwarna hijau tua.
       Warna air sangat diperlukan, karena warna air akan mengurangi kecerahan air, sehinga udang dapat lebih tenang tinggal di dasar tambak. Mereka akan tumbuh dengan pesat dan tidak akan saling mengganggu dan akan mengurangi sifat kanibalnya. Air yang berwarna mampu menyerap dan menjaga kestabilan suhu air dibandingkan dengan air yang jernih (Subarijanti, 2000).
        Warna air tambak pada dasarnya terjadi karena adanya dominansi jenis plankton tertentu yang tumbuh dan berkembang di dalam perairan tambak. Fitoplankton mempunyai karakteristik warna tertentu yang disebabkan oleh kandungan chlorophyl yang relatif berbeda antara jenis
3.3.3Salinitas dan pH
       Salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Kisaran salinitas di tambak pembesaran udang vannamei BBAP Situbondo berkisar antara 33 - 35 ‰. Kisaran ini termasuk tinggi dan dimungkinkan karena area pembesaran dekat dengan pantai. Menurut Haliman dan Dian (2006), salinitas memengaruhi pertumbuhan udang, pertumbuhan udang relatif baik pada kisaran salinitas 5 - 30 ‰. Pada kondisi tertentu, sumber air tambak dapat menjadi hipersalin atau berkadar garam tinggi (diatas 40 ‰). Hal ini sering terjadi pada musim kemarau.
       pH merupakan parameter air untuk mengetahui derajat keasaman. Dari hasil pengukuran didapatkan pH air tambak berkisar antara 8,25 - 8,5. Kisaran seperti ini cukup baik untuk perairan budidaya. Menurut Subarijanti (2000), pH yang optimum untuk pertumbuhan organisme air sekitar 6,5 – 8,5. Perubahan pH berkaitan dengan kandungan oksigen dan kandungan karbondioksida dalam air. Pada siang hari jika oksigen naik akibat hasil fotosintesis maka pH juga akan naik. Kestabilan pH perlu dipertahankan karena pH dapat mempengaruhi pertumbuhan organisme air, mempengaruhi ketersediaan unsur P dan mempengaruhi daya racun amoniak dan H2S dalam air.
3.3.4Nitrat (NO3)
       Di perairan, unsur N terdapat dalam bentuk antara lain : N2 berupa gas, nitrit (NO2), nitrat (NO3), amonium (NH4), dan amoniak (NH3). Pada umumnya unsur tersebut diperairan kadarnya < 5 mg/l, sedangkan batas minimum bagi pertumbuhan plankton (alga) adalah 0,35 mg/l. Nitrogen di peraian diperoleh antara lain dari N2 bebas dari udara dengan cara berdifusi kadalam perairan dan fiksasi oleh biota perairan dan dekomposisi bahan organik. Sedangkan nitrogen akan hilang atau berkurang oleh adanya pemanfaatan oleh algae dan denitrifikasi (Andayani dkk., 2006).



Gambar 2. Dinamika nitrat


       Pada petak 3 kandungan nitrat yang didapat berkisar antara 2,5-9,2 mg/l. (tabel 4). Kadar nitrat mengalami dinamika harian, pada siang hari cenderung tinggi dan menurun pada sore hari. Meningkatnya kadar nitrat disiang hari bisa disebabkan karena adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroba, sedangkan penurunan pada sore hari karena telah dimanfaatkan oleh fitoplankton pada siang harinya.
       Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/l, perairaran mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1-5 mg/l, dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat anatara 5 – 50 mg/l (Effendi, 2003).
3.3.5Fosfat
       Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Di perairan bentuk fosfor berubah secara terus menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba.
       Keberadaan fosfor di perairan alam biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada kadar nitrogen; karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen diperairan. Menurut Subarijanti (2000), fosfat mempunyai mobilitas yang sangat kecil. Didasar tanah fosfat mempunyai kedudukan yang stabil, sebab fosfat tidak mudah terbawa atau larut dalam air. Keberadaan fosfat juga dipengaruhi pH peraian. Dalam suasana basa jika pH lebih besar dari 7 maka fosfat akan berikatan dengan unsur kalsium (Ca) menjadi Ca3(PO4)2 dan akan mengendap. Sedangkan pada suasana asam dimana pH kurang dari 6 maka fosfat akan berikatan dengan Fe atau Al juga akan mengendap.
       Pada petak 3 kadar fosfat berkisar antara 0,02 - 0,13 mg/l, kadar ini normal untuk perairan. Pada pengambilan sampel pagi, siang dan sore kadar fosfat mengalami perubahan, kadar terendah pada minggu ke- 2 siang hari, kadar tertinggi pada minggu ke- 3 pagi hari (gambar 3).



Gambar 3. Dinamika fosfat


       Dari hasil pengamatan didapatkan, fosfat berada pada kisaran 0,02 – 0,04 mg/l kemudian naik kadarnya pada pagi dan sore hari, kecuali pada minggu ke-1, dinamika fosfat menunjukan keadaaan yang sebaliknya, yaitu meningkat pada siang hari. Hal ini dimungkinkan karena pada minggu ke-2 dan ke-3 kelimpahan fitoplankton dari filum cyanophyta meningkat sehingga fosfat banyak dimanfaatkan cyanophyta pada siang hari.
3.3.6TOM (Total Organic Matter)
       Semua bahan organik mengandung karbon (C) berkombinasi dengan satu atau lebih elemen lainnya. Bahan oragnik berasal dari tiga sumber utama sebagai berikut (Sawyer dan McCarty, 1987 dalam Effendi, 2003).
-       Alam, misalnya fiber, minyak nabati dan hewani, lemak hewani, alkalod, selulosa, kanji, gula, dan sebagainya.
-       Sintetis yaitu meliputi semua bahan organik yang diproses oleh manusia.
-       Fermentasi, misalnya alkohol, aseton, gliserol, antibiotika, dan asam;yang semuanya diperoleh melalui aktivitas mikroorganisme.
       Bahan organik adalah makanan yang diperlukan zooplankton, dalam perairan bahan organik dapat dibedakan menjadi bahan oraganik terlarut, bahan organik tersuspensi dan bahan organik terpartikulit. Bahan organik yang dapat dimanfaatkan secara langsung adalah bahan organik yang terlarut dengan air. Dari hasil pengukuran bahan organik didapatkan kadar bahan oraganik berkisar antara 75,84-108,704 mg/l. Kadar tersebut mengalamii perubahan dari waktu ke waktu (gambar 4).



Gambar 4. Dinamika bahan organik


       Dari hasil pengamatan selama 3 minggu didapatkan bahwa kadar bahan organik mengalami penurunan pada siang hari dan tinggi pada pagi dan sore hari.
Hal ini dapat disebabkan karena adanya dekomposisi bahan organik manjadi anorganik pada siang hari. Dekomposisi ini akan berjalan cepat ketika suplai oksigen memadai. Pada siang hari terjadi fotosintesis sehingga suplai oksigen bertambah dan memungkinkan terjadinya dekomposisi bahan organik. Secara keseluruhan kadar bahan organik pada petak 3 tergolong tinggi, ini bisa terjadi karena penumpukan dari pakan udang yang tersisa 

3.4 Kelimpahan Plankton
       Plankton adalah mikroorganisme yang hidup melayang-layang di air dan pergerakannnya dipengaruhi oleh arus. Di perairan, peran plankton sangat penting terutama dalam usaha budidaya ikan/udang, plankton dapat berfungsi sebagai pakan alami yang ramah lingkungan juga digunakan sebagai indikator kesuburan perairan. Karena itu penting untuk mengetahui kelimpahan dan komposisi plankton agar kesuburan perairan dan kelangsungan hidup organisme budidaya dapat terjaga.
       Menurut Landner (1978) dalam Herawati, dkk. (2010), kesuburan perairan dapat dibagi berdasarkan kelimpahan fitoplanktonnya yaitu :
-       Oligothrofik           : 0 – 2000 sel/ml
-       Mesothrofik           : 2000 – 15.000 sel/ml
-       Euthrofik               : > 15.000 sel/m
       Sedangkan menurut Goldman dan Horne (1983) dalam Herawati, dkk. (2010), perairan berdasarkan kesuburannya dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
-       Perairan oligothrofik, merupakan perairan yang kesuburannya rendah dengan kelimpahan zooplankton < 1sel/ml
-       Perairan mesothrofik, merupakan perairan yang empunyai tingkat kesuburan sedang dengan kelimpahan zooplankton antara 1 – 500 sel/ml
-       Perairan euthrofik, merupakan perairan yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi dengan kelimpahan zooplankton > 500 sel/ml
       Pada petak 3 didapatkan kelimpahan plankton yang berbeda setiap minggunya. Pengambilan sampel pertama plankton dilakukan pada saat tambak berumur 20 hari. Air petak tambak berwarna hijau dengan kecerahan tinggi (cahaya matahari masih bisa sampai ke dasar tambak). Kelimpahan fitoplankton pada minggu ke-1 berkisar antara 3397 – 14.437 sel/ml. Sedangkan kelimpahan zooplanktonnya berkisar antara 6794 – 11.040 sel/ml. Plankton yang ditemukan dari filum chloropytha, cyanophyta, diatom, tintinnidiae, copepoda (tabel 5).
       Indeks keragaman plakton di petak 3 antara 1,05-1,89. Menurut Stirn (1981) apabila H’ < 1, maka komunitas biota dinyatakan tidak stabil, apabila H’ berkisar 1-3 maka stabilitas komunitas biota tersebut adalah moderat (sedang) dan apabila H’ > 3 berarti stabilitas komunitas biota berada dalam kondsi prima (stabil). Semakin besar nilai H’ menunjukkan semakin beragamnya kehidupan di perairan tersebut, kondisi ini merupakan tempat hidup yang lebih baik. Jadi jika dilihat dari indeks keragamannya, maka stabilitas komunitas biota perairan tambak berada pada titik moderat (sedang). Dengan kata lain terdapat dominansi dalam perairan tersebut.
       Pengambilan sampel plankton pada minggu kedua diambil pada saat tambak berumur 27 hari. Kecerahan air pada petak 3 adalah 60 cm, nilai kecerahan menurun bila dibandingkan minggu pertama. Kelimpahan fitoplankton pada minggu ke-2 berkisar antara 5095 – 21.231 sel/ml. Sedangkan kelimpahan zooplanktonnya berkisar antara 2547 – 22.080 sel/ml. Filum yang ditemukan pada minggu ke-2 adalah chloropytha, cyanophyta, diatom, tintinnidiae, copepoda, rotifera, dinoflagelata (tabel 6). Indeks keragaman antara 1,33 - 2,20 yang berarti indeks keragaman dari petak 3 adalah sedang.
       Pengambilan sampel plankton pada minggu ketiga diambil pada saat tambak berumur 34 hari. Kecerahan air pada petak 3 adalah 40 cm, nilai kecerahan menurun bila dibandingkan minggu pertama. Penurunan kecerahan bisa diakibatkan karena adanya pertambahan plankton. Dilihat dair warna airnya, tampak bahwa mengalami perubahan dari yang semula hijau muda menjadi hijau kegelapan. Kecerahan dan warna air sangat berkaitan dengan keberadaan plankton, menurut Anonymous (2008),  
       Kelimpahan fitoplankton pada minggu ke-3 meningkat yaitu berkisar antara 6794 – 26.326 sel/ml. Sedangkan kelimpahan zooplanktonnya berkisar antara 3397 – 24.628 sel/ml. Plankton yang ditemukan dari filum chloropytha, cyanophyta, diatom, copepoda, dinoflagelata (tabel 7). Indeks keragaman antara 1,49-2,06 yang berarti indeks keragaman dari petak 3 adalah sedang.

3.5 Dinamika Plankton
       Dari data hasil pengamatan plankton dan kualitas air dapat dilihat adanya perubahan jumlah plankton yang didapat dalam pengamatan dibawah mikroskop disetiap waktu pengambilan sampel. Plankton dalam petak 3 mengalami fluktuasi harian dimana, terdapat perbedaan dominasi plankton dari setiap filum pada setiap waktu pengambilan sampel. Adapun untuk fitoplankton ditemukan golongan chlorophyta, chyanophyta, diatom dan dinoflagelata. Sedangkan untuk zooplankton ditemukan golongan copepoda, rotifera dan titinnididae.

3.5.1  Chlorophyta
     Kelimpahan fitoplankton dari filum chlorophyta tinggi pada siang hari. Pada minggu ke- 1 kelimpahan filum chlorophyta pada pagi hari sebesar 849 sel/ml , pada siang hari sebesar 2547 sel/ml dan sore hari sebesar 849 sel/ml. Namun, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan golongan Cyanophyta. Pada minggu ke- 2 kelimpahan chlorophyta meningkat yaitu pada pagi hari sebanyak 5955 sel/ml, pada siang hari sebanyak 3397 sel/ml, dan sore hari sebanyak 849 sel/ml. Pada minggu ke- 3 kelimpahan menurun yaitu sebesar 2547 sel/ml pada pagi hari dan sianghari, sedangkan sore hari sebesar 1698 sel/ml.
       Kelimpahan chlorophyta lebih banyak pada minggu kedua dibandingakan minggu pertama dan ketiga, namun jumlah ini lebih sedikit dibandingkan kelimpahan filum cyanophyta dan copepoda.  Salah satu speies dari chlorophyta yang didapatkan adalah Chlorella sp.
       Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana, kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0-35 ppt. salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan alga ini. Alga ini masih dapat bertahan hidup pada suhu 40o C, tetapi tidak tumbuh. Kisaran suhu 25o-30o C merupakan kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan alga ini.
3.5.2 Chyanophyta
       Berdasarkan hasil pengamatn filum chyanophyta dari minggu ke- 1 sampai minggu ke- 3 banyak terdapat di perairan pada waktu pagi dan siang hari, sedangkan sore hari menurun (tabel 5 – 7). Dari filum chyanophyta ditemukan 3 spesies yaitu Spirulina sp, Oscillatoria dan Trichodesmium erythreum. Menurut Sachlan (1982), Chyanophyta atau alga hijau-biru, ialah tumbuh-tumbuhan pertama yang dapat berfotosintesis, dan dianggap salah satu pelopor dari penghidupan yang terpenting di dunia ini. Diantara sifat khas yang dimilikinya antara lain; tahan kering, di alam bebas seringkali terdapat lapisan-lapisan tipis berwarna hijau-biru, di selokan-selokan atau pinggir kali. Alga-biru yang pernah mengalami kekeringan air beberapa bulan ini dapat aktif hidup lagi (biasanya dari genus Oscillatoria).
       Ganggang hijau-biru umumnya terdapat di perairan pantai dan perairan payau. Salah satu jenis yang dapat hidup di perairan miskin akan zat hara adalah Trichodesmium. Ganggang ini bersel tunggal dengan ukuran hanya 0,001 mm, tersebar luas dan cukup banyak serta diduga merupakan makanan zooplankton kacil. Selnya yang lunak, kaya akan pigmen phycoerythrin sehingga berwarna kemerahan. Gerombolan Trichodesmium umum dijumpai di Laut Jawa dan Samudera Hindia, kadang-kadang hanyut beberapa kilometer sejajar pantai (Arinardi, dkk., 1996).
       Spirulina merupakan phytoplankton yang kosmopolit. Dikenal dengan berbagai macam spesies dan berbagai macam habitat mulai dari lingkungan terestrial, air tawar, air payau, air asin hingga danau-danau garam. Spirulina lebih menyukai perairan yang cenderung alkalin, pH yang baik untuk pertumbuhan berkisar antara 7,2 -9,5. Akan tetapi, ada beberapa spesies yang masih dapat bertahan hingga pH 11. Ketahanan terhadap kadar garam juga sangat menakjubkan, karena ada spesies Spirulina yang tahan kadar garam hingga 85 gram/L. Fitoplankton ini akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 25o-35oC (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).


3.5.3 Diatom
       Berdasarkan hasil pengamatan dibawah mikroskop dapat diketahui bahwa golongan diatom banyak terdapat diperairan pada waktu pagi dan siang hari (tabel 5 – 7). Pada sampel sore dimana terdapat penurunan intensitas cahaya matahari, golongan diatom tidak banyak ditemuai dibanding dengan waktu pengambilan yang intensitas cahayanya masih banyak. Klimpahan diatom terus meningkat untuk pengamatan minggu berikutnya.
       Diatom disebut juga golden-brown algae karena kandungan peigmen warna kuning lebih banyak dari pada pigmen warna hijau sehingga perairan yang padat diatomnya akan terlihat agak coklat muda. Diatom merupakan anggota fitoplankton terbanyak (dominan) di laut, terutama di laut terbuka dan ukurannya berkisar 0,01-1,00 mm (Sachlan, 1982).
       Adapun plankton dari golongan diatom yang ditemukan adalah Chaetoceros, Nitzschia closterium, Skeletonema, Coscinodiscus dan Amphora. Menurut Isnansetyo dan Kurniasuty (1995), Skleletonema merupakan diatom yang bersifat eurythermal, yang mampu tumbuh pada kisaran suhu 3o-30o C. Untuk pertumbuhan optimal alga ini membutuhkan kisaran suhu antara 25o-27o C. Pada kisaran suhu 15o-34o C, alga ini masih dapat tumbuh dengan baik. Alga ini juga bersifat eurihaline, hidup di laut, pantai dan muara sungai. Salinitas optimal untuk pertumbuhannya 25-29 ppt. Pertumbuhan alga ini banyak dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Periode penyinarannya 10-12 jam gelap merupakan periode penyinaran yang optimum untuk pertumbuhan. Peningkatan intensitas sinar dari 500-12.000 lux dapat meningkatkan pertumbuhan alga ini. Akan tetapi menurun jika intensitas melebihi 12.000 lux. Plankton lain yang ditemukan adalah chaetoceros, jenis ini toleran terhadap suhu air yang tinggi. Pada suhu air 40o C. Phytoplankton ini masih dapat bertahan hidup, akan tetapi tidak berkembang. Alga ini kan tumbuh optimal pada kisaran suhu 25o-30o C dan masih dapat tumbuh pada suhu 37oC. Toleransi terhadap kisaran salinitas sangat lebar yaitu 6-50 permil, sedangkan kisaran salinitas 17-25 permil merupakan salinitas optimal untuk pertumbuhannya. Salinitas minimum untuk pertumbuhan alga ini adalah 6 permil. Laju pertumbuhan Chaetoceros naik pada intensitas penyinaran 500-10.000 lux.
3.5.4 Copepoda
       Copepoda adalah salah satu filum dari zooplankton (plankton hewani) dan merupakan pemangsa terbesar golongan diatom. Menurut Arinardi dkk (1996), zooplankton hampir dijumpai diseluruh habitat akuatik tetapi kelimpahan dan komposisinya bervariasi tergantung keadaan lingkungan dan biasanya terkait erat dengan perubahan musim. Faktor fisik-kimia seperti suhu, intensitas cahaya, salinitas, pH, dan zat cemaran memegang peranan penting dalam menentukan keberadaan (kelimpahan) jenis plankton di perairan. Sedang faktor biotik seperti tersedianya pakan, banyaknya predator dan adanya pesaing dapat mempengaruhi komposisi spesies. 
       Data dilapangan menunjukkan bahwa copepoda mengalami dinamika yang cukup nyata. Copepoda lebih banyak ditemukan pada pagi dan sore yaitu ketika intensitas cahaya matahari berkurang. Utamanya pada sampel sore dari minggu ke minggu menunjukkan adanya dominasi dari golongan ini, dan jumlahnya terus meningkat pada minggu selanjutnya.
       Dari hasil pengamatan, didapatkan kelimpahan copepoda yang paling tinggi adalah pada minggu ketiga yaitu pagi hari sebesar 24.628 sel/ml, siang hari sebesar 3397 sel/ml dan sampel sore sebanyak 23.779 sel/ml. Adapun spesies dari copepoda yang berhasil ditemukan adalah Paracelcus edwadsii, Euchaeta concinna dan  Mormonilla polaris.


3.5.5         Dinamika harian plankton
       Dinamika harian plankton yang dimaksud adalah adanya perubahan kelimpahan dan komposisi plankton dari waktu ke waktu. Lebih jelas mengenai dinamika harian plankton dapat dilihat pada gambar 5-7



Gambar 5. Dinamika kelimpahan harian plankton pada minggu ke- 1


Gambar 6. Dinamika kelimpahan harian plankton pada minggu ke- 2


Gambar 7. Dinamika kelimpahan harian plankton pada minggu ke- 3



Pada minggu pertama, kedua dan ketiga menunjukkan adanya dominasi disetiap waktu pengambilan sampel. Adanya gambaran pada grafik tersebut juga mencerminkan bawasanya keberadaan plankton selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan itu bisa dikarenakan faktor kimia dan fisika di lingkungan perairan, faktor biologis seperti reproduksi dan adanya proses dimakan dan memakan antara fitoplankton dan zooplankton dan zooplankton lain yang kanibal juga predasi dari udang vannamei yang ada ditambak dan lain sebagainya.
       Dari grafik terlihat jelas bagaimana dinamika plankton baik fitoplankton maupun zooplankton. Fitoplankton yang terdiri dari filum chlorophyta, chyanophyta dan diatom melimpah pada siang hari karena pada siang hari fitoplankton akan mengadakan fotosintesis. Adapun yang mendominasi dari fitoplankton tersebut adalah dari filum diatom dan chyanophyta. Kedua filum tersebut lebih banyak karena lebih toleran terhadap suhu yang tinggi. Chyanophyta dapat hidup antara suhu 25 – 35 oC sedangkan diatom masih bisa tumbuh pada suhu 37oC.
       Berbeda dengan fitoplankton yang menyukai adanya cahaya denagn intensitas tertentu, zooplankton menunjukkan reaksi sebaliknya. Pada siang hari dalam pengamatan 3 minggu, kelimpahan zooplankton lebih sedikit. Zooplankton bersifat fototaksis negatif jadi akan turun kebawah jika intensitas cahaya tinggi. Sedangkan pada malam hari akan naik ke epilimnion dan mendominsi perairan pada sore hingga mata hari belum terbit. Pada waktu itu pula, kelimpahan fitoplankton akan berkurang di daerah epilimnion. Berkurangnya kelimpahan fitoplankton ini dapat disebabkan karena pada malam hari cenderung tidak melakukan fotosintesis sehingga turun ke bawah dan adanya predasi dari zooplankton yang melimpah jadi populasi fitoplankton akan berkurang.
       Perubahan komunitas plankton dapat disebabkan oleh migrasi harian zooplankton. Pada siang hari, plankton bergerak kelapisan bawah untuk menghindari cahaya matahari atau mencari makan dilapisan lebih dalam. Sedang dimalam hari, plankton bergerak ke permukaan dan lalu menyebar karena suhu yang sejuk dan makanan yang juga melimpah. Untuk migrasi harian ini telah diajukan beberapa teori yaitu bahwa zooplankton dapat menyimpan energinya dengan mengurangi metabolisme apabila tinggal di lapisan yang suhunya sejuk. Teori lainnya mengatakan bahwa dengan terpisahnya kelompok fitoplankton dan zooplankton pada waktu cahaya sedang maksimum, akan memberikan kesempatan fitoplankton untuk berkembang lebih cepat. Migrasi vertikal ini akan lebih menguntungkan dilakukan pada perairan yang terstratifikasi dari pada yang homogen (Arinardi dkk., 1996)

4.     KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dalam Praktik Kerja Lapang yang berjudul ”Dinamika Plankton di Tambak Intensif Udang Vannamei” ini dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
-     Bahan dasar tambak dibuat dari beton sehingga unsur hara yang didapatkan berasal dari masukan air laut/tawar dan hasil dekomposisi dari sisa pakan.
-     Data kualitas air diperoleh, kecerahan pada minggu pertama 150 cm, minggu kedua sebesar 60 cm dan minggu ketiga sebesar 40 cm. Salinitas berkisar antara 33-35 ‰ dan pH berada dalam suasana basa nilainya berkisar antara 8,25-8,67. kadar nitrat antara 2,5 - 9,2 mg/l; kadar fosfat antara 0,04 - 0,13 mg/l, kandungan TOM berkisar antara 75,84 - 108,704 mg/l. 
-     Kelimpahan plankton yang dihitung merupakan pendugaan kelimpahan plankton yang ada di perairan tambak
-     Plankton yang ditemukan yaitu fitoplankton (filum chloropytha, cyanophyta, diatom, dan dinoflagelata), zooplankton (filum tintinidae, copepoda dan rotifera)
-     Populasi plankton mengalami perubahan dari waktu ke waktu karena perubahan dari faktor lingkungan yang meliputi faktor kimia (pH, nitrat, fosfat dan TOM); faktor fisika (kecerahan dan salinitas) dan faktor biologi (reproduksi, mortalitas dan predasi).
-     Pada pagi hari ( 06.00 WIB) perairan tambak banyak ditemukan plankton dari golongan diatom, cyanophyta dan copepoda. Kelimpahan filum diatom berkisar 4246 sel/ml – 9431 sel/ml. Kelimpahan filum cyanophyta berkisar 4246 sel/ml – 14437 sel/ml. Kelimpahan filum copepoda berkisar 5095 sel/ml – 24628 sel/ml.
-     Pada siang hari (12.00 WIB) plankton yang mendominasi adalah dari filum diatom (6794 sel/ml – 7643 sel/ml)  dan yang paling sedikit dari filum copepoda (1698 sel/ml – 3397 sel/ml). 
-     Pada sore hari (18.00 WIB), plankton yang mendominasi adalah dari filum copepoda (11040 sel/ml – 23779 sel/ml).

4.2 Saran
Untuk instansi tempat PKL
-          Diperlukan monitoring secara kontinyu tentang kelimpahan dan komposisi plankton di tambak.
-          Diharapkan penggunaan pakan bisa ditekan agar sisa pakan tidak menjadi racun didasar tambak dan pencemar lingkungan ketika air telah dibuang.
-          Diperlukan instalasi pengelolaan air limbah sebelum dibuang langsung ke laut untuk mencegah pencemaran dan penularan penyakit antara petani tambak.
Untuk mahasiswa
-          Diharapkan lebih banyak mengadakan penelitian mengenai plankton sebagai solusi pakan alami yang ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Kanisius. Yogyakarta.
Andayani, Sri, Prapti Sunarni, Purwohadiyanto. 2006. Pemupukan dan Kesuburan Perairan Budidaya. Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya Universitas Brawijaya. Malang
Andayani, Sri. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya Peraiaran Universitas Brawijaya. Malang
Anonymous, 2008. http://blogspot.com/2008/08/warna-air-tambak-02-aspek-analisis.html. Diakses tanggal 30 Juni 2009 pukul 19.08 WIB.
Anonymous, 2009. http://digilib.unila.ac.id/go.php?id=laptunilapp-gdl-res-2007-sitihudaid-696. Diakses tanggal 30 Juni 2009 pukul 19.00 WIB
Arinardi, Trimaningsih, Sumijo Hadi Riyono, Elly Asnaryanti. 1996. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Tengah Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta
Haliman, W. R dan Dian Adijaya. 2006. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarata
Herawati, Endang Yuli dan Kusriani. 2005. Planktonologi. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang.
Herawati, Endang Yuli, Uun Yanuhar dan Putut Widjanarko. 2010. Modul Penuntun Praktikum Manajemen Kualitas Air Semester Ganjil 2010. Fakulatas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang
ISAPP. (2004). Introduction to Probiotics and Prebiotics. www.usprobiotics.org
Isnansetyo, alim dan kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.
Marindro. 2009. Permasalahan Kualitas Air Tambak. http://marindro.blogspot.com. Diakses tanggal 19 Maret 2009, pukul 21. 30 WIB
Marzuki. 1983. Metode Penelitian. Gramedia. Jakarta.
Murdjani, M., Nurlaini, L. Y., dan Triastutik. G. 2003. Peran PCR sebagai Alat Deteksi Dini Infeksi Penyakit Viral pada Budidaya Ikan dan Udang. Direktorat Perikanan Budidaya BBAP. Situbondo.
Odum, 1971. Fundamental of Ecology 3rd Edition. W.B. Saunders Company London. New York. Toronto.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang.
Sarwono, J. 2008. Strategi Pengumpulan data Primer Sacara Online. Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Subandiono, dkk. (2001). Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) Berwawasan Lingkungan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Suryabrata. 1994. Metodologi Penelitian. Rajawali Press. Jakarta.
Suryanto, Asus Maizar. 2006. Planktonologi (Peranan Unsur Hara Bagi Fitoplankton). Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang.
Sutanto, I. (2002). Aplikasi Sistem Heterotrof Sebagai Upaya Dalam Pengendalian Penyakit Pada Budidaya Udang Windu dan Vaname. Dalam Seminar Nasional Crustacea ke-2