Mita Galih Setiawan1, Herwati Umi Subarijanti2
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dinamika populasi plankton pada tambak udang vanamei di BBAP
Situbondo. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Pengambilan sampel dilakukan 3 kali dalam
sehari, dan dilakukan seminggu sekali selama 3 minggu. Sampel air dan plankton
diambil pada pagi, siang dan sore. Data kualitas air pada
tambak, sebagai berikut, kecerahan pada minggu pertama sebesar
150 cm, minggu kedua sebesar 60 cm dan minggu ketiga
sebesar 40 cm. Salinitas berkisar antara 33-35 ppt dan pH berada dalam suasana
basa nilainya berkisar antara 8,25-8,67. kadar nitrat antara 2,5 - 9,2 mg/l; kadar phospat
antara 0,04 - 0,13 mg/l, kandungan TOM berkisar antara 75,84 - 108,704 mg/l. Plankton
yang ditemukan yaitu fitoplankton (Chloropytha, Cyanophyta, Diatom, dan Dinoflagelata) dan zooplankton (Tintinidae, Copepoda dan Rotifera). Kesimpulan
dari penelitian ini adalah populasi plankton berubah dari waktu ke waktu. Pada
pagi hari, banyak ditemukan plankton dari golongan Diatom (4246 sel/ml – 9431
sel/ml), Cyanophyta (4246 sel/ml – 14437 sel/ml) dan Copepoda (5095 ind/ml –
24628 ind/ml). Pada siang hari, plankton yang mendominasi adalah dari filum Diatom
(6794 sel/ml – 7643 sel/ml) dan yang
paling sedikit dari filum Copepoda (1698 sel/ml – 3397 sel/ml). Pada sore hari,
plankton yang mendominasi adalah dari filum Copepoda (11040 sel/ml – 23779
sel/ml).
Key word: Dinamika, plankton, tambak
1 Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
2 Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
1.
PENDAHULUAN
Plankton
merupakan mikroorganisme yang memiliki peran penting dalam suatu perairan.
Menurut Herawati dan Kusriani (2005), plankton merupakan suatu organisme yang
berukuran kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh arus perairan. Organisme
ini terdiri dari mikroorganisme yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan
tumbuhan (fitoplankton). Menurut
Suryanto (2006), komunitas organisme adalah sesuatu yang dinamis, dimana
populasi-populasi yang ada didalamnya saling berinteraksi, dan mengalami
variasi dari waktu ke waktu.
Dinamika plankton dipengaruhi oleh faktor fisika
(suhu, intensitas cahaya), faktor kimia (unsur hara), dan faktor biologis
(kompetisi dan pemangsaan). Jenis plankton yang berbeda mempunyai reaksi yang
berbeda pula misalnya terhadap suhu dan intensitas cahaya.
Adanya
fenomena di atas menjadi alasan perlunya mengadakan penelitian lebih lanjut
tentang dinamika plankton di perairan. Hal ini dapat dilakukan salah satunya
pada perairan tambak, mengingat tambak merupakan salah satu media budidaya yang
menguntungkan. Menurut Marindro (2009), perairan tambak merupakan jenis
perairan tertutup yang menggenang dan dibatasi oleh petakan tambak, sehingga
ditinjau dari dinamika perairan relatif bersifat statis dan kualitas
perairannya sangat tergantung dari pengaruh/perlakuan dari luar.
2.
METODE
Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang
ini adalah metode penelitian survei. Menurut Arikunto (2005) penelitian survei
merupakan penelitian yang biasanya dilakukan untuk subjek peneliti yang banyak,
dimaksudkan untuk mengumpulkan pendapat atau informasi mengenai status gejala
pada waktu penelitian dilangsungkan. Berbeda dengan metode penelitian
deskriptif yaitu penelitian bukan eksperimen karena tidak dimaksudkan untuk
mengetahui akibat dari suatu perlakuan.
Pada praktek kerja lapang ini diambil 2 sampel
yaitu sampel air dan plankton yang diambil dari tambak pembesaran udang vanamei
(Litopenaeus vannamei). Pengambilan sampel dilakukan 3 kali dalam
sehari, dan dilakukan seminggu sekali selama 3 minggu. Sampel air dan plankton
diambil 3 kali pada jam 06.00 pagi, jam 12.00 siang dan jam 18.00 petang. Pada
pengambilan sampel plankton diambil 3 stasiun pada area tambak yaitu bagian inlet,
outlet, dan tengah tambak. Adapun teknik pengambilan sampel air adalah
dengan memasukkan botol air mineral 600 ml yang telah dilubangi tutupnya
kedalam perairan tambak. Botol tersebut diikatkan ke tongkat dan digerakkan
kedasar dan permukaan secara perlahan agar bisa mewakili keadaan didasar dan
permukaan perairan. Kemudiaan diangkat setelah terisi penuh. Sedangkan teknik pengambilan
sampel plankton Mengambil sampel air sebanyak 25 liter dan disaring dengan
planktonet, memberi lugol sebanyak 3-4 tetes pada sampel plankton dalam botol
film. Metode analisa plankton menggunakan letode lackey drop
3.
PEMBAHASAN
3.3.1
Suhu
Pada
pengukuran suhu didapatkan kisaran suhu antara 28-33 o C. Menurut
Kordi dan Andi (2007), kisaran suhu optimal untuk kehidupan ikan dan udang di
perairan tropis adalah antara 28-32 oC. Hal ini berarti fluktuasi
suhu pada mingu 1 dan 2 masih optimal dan pada minggu ke- 3 terdapat suhu yang
terlalu tinggi yaitu 33 oC (gambar 1). Suhu tinggi pada minggu ke-3
disebabkan karena pada saat pengambilan sampel cuaca cerah dan sinar matahari
dapat leluasa masuk ke badan air. Pada minggu ke-3, saat suhu tinggi salinitas
air tambak juga tinggi yaitu sebesar 35 ‰. Kenaikan suhu akan memperbesar penguapan
sehingga salinitas pada perairan akan bertambah.
Suhu
diperairan akan mengalami fluktuasi harian seperti digambarakan pada gambar 1.
Pertumbuhan dan kehidupan biota budidaya sangat dipengaruhi suhu air. Umumnya
dalam batas-batas tertentu kecepatan pertumbuhan biota meningkat sejalan dengan
naiknya suhu air. Namun, perubahan suhu yang drastis dapat mematikan biota air.
3.3.2Kecerahan dan Warna Air
Kecerahan dan warna perairan sangat erat
hubungannya, kesemuanya dipengaruhi oleh plankton, mineral, dekomposisi bahan
organik dan zat-zat lainnya yang terlarut dalam air. Pada minggu pertama
pengamatan, kecerahan air sampai dasar perairan dan terus menurun untuk minggu
selanjutnya (tabel 4). Penurunan kecerahan seiring dengan berubahnya warna
peraian dari minggu pertama berwarna hijau muda sampai pada minggu ke-3
berwarna hijau tua.
Warna air sangat diperlukan, karena
warna air akan mengurangi kecerahan air, sehinga udang dapat lebih tenang
tinggal di dasar tambak. Mereka akan tumbuh dengan pesat dan tidak akan saling
mengganggu dan akan mengurangi sifat kanibalnya. Air yang berwarna mampu
menyerap dan menjaga kestabilan suhu air dibandingkan dengan air yang jernih
(Subarijanti, 2000).
Warna air tambak pada dasarnya terjadi karena
adanya dominansi jenis plankton tertentu yang tumbuh dan berkembang di dalam
perairan tambak. Fitoplankton mempunyai karakteristik warna tertentu yang disebabkan
oleh kandungan chlorophyl yang relatif berbeda antara jenis
3.3.3Salinitas dan pH
Salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan
penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Kisaran salinitas di tambak
pembesaran udang vannamei BBAP Situbondo berkisar antara 33 - 35 ‰. Kisaran ini termasuk tinggi
dan dimungkinkan karena area pembesaran dekat dengan pantai. Menurut Haliman
dan Dian (2006), salinitas memengaruhi pertumbuhan udang, pertumbuhan udang
relatif baik pada kisaran salinitas 5 - 30 ‰. Pada kondisi tertentu, sumber air tambak dapat menjadi hipersalin atau
berkadar garam tinggi (diatas 40 ‰). Hal ini sering terjadi pada musim
kemarau.
pH merupakan parameter air
untuk mengetahui derajat keasaman. Dari hasil pengukuran didapatkan pH air
tambak berkisar antara 8,25 - 8,5. Kisaran seperti ini cukup baik untuk
perairan budidaya. Menurut Subarijanti
(2000), pH yang optimum untuk pertumbuhan organisme air sekitar 6,5 – 8,5. Perubahan pH berkaitan dengan
kandungan oksigen dan kandungan karbondioksida dalam air. Pada siang hari jika
oksigen naik akibat hasil fotosintesis maka pH juga akan naik. Kestabilan pH
perlu dipertahankan karena pH dapat mempengaruhi pertumbuhan organisme air,
mempengaruhi ketersediaan unsur P dan mempengaruhi daya racun amoniak dan H2S
dalam air.
3.3.4Nitrat (NO3)
Di perairan, unsur N terdapat
dalam bentuk antara lain : N2 berupa gas, nitrit (NO2),
nitrat (NO3), amonium (NH4), dan amoniak (NH3).
Pada umumnya unsur tersebut diperairan kadarnya < 5 mg/l, sedangkan batas
minimum bagi pertumbuhan plankton (alga) adalah 0,35 mg/l. Nitrogen di peraian
diperoleh antara lain dari N2 bebas dari udara dengan cara berdifusi
kadalam perairan dan fiksasi oleh biota perairan dan dekomposisi bahan organik.
Sedangkan nitrogen akan hilang atau berkurang oleh adanya pemanfaatan oleh
algae dan denitrifikasi (Andayani dkk., 2006).
Pada petak 3 kandungan nitrat
yang didapat berkisar antara 2,5-9,2 mg/l. (tabel 4). Kadar nitrat mengalami
dinamika harian, pada siang hari cenderung tinggi dan menurun pada sore hari.
Meningkatnya kadar nitrat disiang hari bisa disebabkan karena adanya
dekomposisi bahan organik oleh mikroba, sedangkan penurunan pada sore hari
karena telah dimanfaatkan oleh fitoplankton pada siang harinya.
Nitrat dapat digunakan untuk
mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar
nitrat antara 0-1 mg/l, perairaran mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1-5
mg/l, dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat anatara 5 – 50 mg/l (Effendi,
2003).
3.3.5Fosfat
Fosfat merupakan bentuk fosfor
yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat
berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun biosfer karena
unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Di perairan bentuk fosfor berubah secara
terus menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan
bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba.
Keberadaan fosfor di perairan
alam biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada kadar
nitrogen; karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber
nitrogen diperairan. Menurut Subarijanti (2000), fosfat mempunyai mobilitas
yang sangat kecil. Didasar tanah fosfat mempunyai kedudukan yang stabil, sebab
fosfat tidak mudah terbawa atau larut dalam air. Keberadaan fosfat juga
dipengaruhi pH peraian. Dalam suasana basa jika pH lebih besar dari 7 maka
fosfat akan berikatan dengan unsur kalsium (Ca) menjadi Ca3(PO4)2
dan akan mengendap. Sedangkan pada suasana asam dimana pH kurang dari 6 maka
fosfat akan berikatan dengan Fe atau Al juga akan mengendap.
Pada petak 3 kadar fosfat
berkisar antara 0,02 - 0,13 mg/l, kadar ini normal
untuk perairan. Pada pengambilan sampel pagi, siang dan sore kadar fosfat
mengalami perubahan, kadar terendah pada minggu ke- 2 siang hari, kadar
tertinggi pada minggu ke- 3 pagi hari (gambar 3).
Dari
hasil pengamatan didapatkan, fosfat berada pada kisaran 0,02 – 0,04 mg/l
kemudian naik kadarnya pada pagi dan sore hari, kecuali pada minggu ke-1,
dinamika fosfat menunjukan keadaaan yang sebaliknya, yaitu meningkat pada siang
hari. Hal ini dimungkinkan karena pada minggu ke-2 dan ke-3 kelimpahan
fitoplankton dari filum cyanophyta meningkat sehingga fosfat banyak
dimanfaatkan cyanophyta pada siang hari.
3.3.6TOM (Total Organic Matter)
Semua bahan organik mengandung
karbon (C) berkombinasi dengan satu atau lebih elemen lainnya. Bahan oragnik
berasal dari tiga sumber utama sebagai berikut (Sawyer dan McCarty, 1987 dalam Effendi, 2003).
- Alam, misalnya fiber, minyak
nabati dan hewani, lemak hewani, alkalod, selulosa, kanji, gula, dan
sebagainya.
- Sintetis yaitu meliputi semua
bahan organik yang diproses oleh manusia.
- Fermentasi, misalnya alkohol,
aseton, gliserol, antibiotika, dan asam;yang semuanya diperoleh melalui
aktivitas mikroorganisme.
Bahan organik adalah makanan
yang diperlukan zooplankton, dalam perairan bahan organik dapat dibedakan
menjadi bahan oraganik terlarut, bahan organik tersuspensi dan bahan organik
terpartikulit. Bahan organik yang dapat dimanfaatkan secara langsung adalah bahan organik
yang terlarut dengan air. Dari hasil pengukuran bahan organik didapatkan kadar
bahan oraganik berkisar antara 75,84-108,704 mg/l. Kadar tersebut mengalamii
perubahan dari waktu ke waktu (gambar 4).
Dari hasil pengamatan selama 3
minggu didapatkan bahwa kadar bahan organik mengalami penurunan pada siang hari
dan tinggi pada pagi dan sore hari.
Hal ini dapat disebabkan karena adanya dekomposisi bahan organik manjadi
anorganik pada siang hari. Dekomposisi ini akan berjalan cepat ketika suplai
oksigen memadai. Pada siang hari terjadi fotosintesis sehingga suplai oksigen
bertambah dan memungkinkan terjadinya dekomposisi bahan organik. Secara
keseluruhan kadar bahan organik pada petak 3 tergolong tinggi, ini bisa terjadi
karena penumpukan dari pakan udang yang tersisa
3.4 Kelimpahan Plankton
Plankton adalah mikroorganisme yang hidup melayang-layang di air dan
pergerakannnya dipengaruhi oleh arus. Di perairan, peran plankton sangat
penting terutama dalam usaha budidaya ikan/udang, plankton dapat berfungsi
sebagai pakan alami yang ramah lingkungan juga digunakan sebagai indikator
kesuburan perairan. Karena itu penting untuk mengetahui kelimpahan dan
komposisi plankton agar kesuburan perairan dan kelangsungan hidup organisme
budidaya dapat terjaga.
Menurut Landner (1978) dalam
Herawati, dkk. (2010), kesuburan
perairan dapat dibagi berdasarkan kelimpahan fitoplanktonnya yaitu :
-
Oligothrofik : 0 – 2000 sel/ml
-
Mesothrofik : 2000 – 15.000 sel/ml
-
Euthrofik : > 15.000 sel/m
Sedangkan menurut Goldman dan Horne (1983) dalam Herawati, dkk.
(2010), perairan berdasarkan kesuburannya dapat diklasifikasikan menjadi 3
yaitu :
-
Perairan oligothrofik,
merupakan perairan yang kesuburannya rendah dengan kelimpahan zooplankton <
1sel/ml
-
Perairan mesothrofik, merupakan
perairan yang empunyai tingkat kesuburan sedang dengan kelimpahan zooplankton
antara 1 – 500 sel/ml
-
Perairan euthrofik, merupakan
perairan yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi dengan kelimpahan zooplankton
> 500 sel/ml
Pada
petak 3 didapatkan kelimpahan plankton yang berbeda setiap minggunya. Pengambilan sampel pertama
plankton dilakukan pada saat tambak berumur 20 hari. Air petak tambak berwarna
hijau dengan kecerahan tinggi (cahaya matahari masih bisa sampai ke dasar tambak). Kelimpahan fitoplankton pada
minggu ke-1 berkisar antara 3397 – 14.437 sel/ml. Sedangkan kelimpahan
zooplanktonnya berkisar antara 6794 – 11.040 sel/ml. Plankton yang ditemukan
dari filum chloropytha, cyanophyta, diatom, tintinnidiae, copepoda (tabel 5).
Indeks keragaman plakton di petak 3 antara 1,05-1,89. Menurut Stirn (1981) apabila
H’ < 1, maka komunitas biota dinyatakan tidak stabil, apabila H’ berkisar
1-3 maka stabilitas komunitas biota tersebut adalah moderat (sedang) dan
apabila H’ > 3 berarti stabilitas komunitas biota berada dalam kondsi prima
(stabil). Semakin besar nilai H’ menunjukkan semakin beragamnya kehidupan di
perairan tersebut, kondisi ini merupakan tempat hidup yang lebih baik. Jadi
jika dilihat dari indeks keragamannya, maka stabilitas komunitas biota perairan
tambak berada pada titik moderat (sedang). Dengan kata lain terdapat
dominansi dalam perairan tersebut.
Pengambilan sampel plankton
pada minggu kedua diambil pada saat tambak berumur 27 hari. Kecerahan air pada
petak 3 adalah 60 cm, nilai kecerahan menurun bila dibandingkan minggu pertama.
Kelimpahan fitoplankton pada
minggu ke-2 berkisar antara 5095 – 21.231 sel/ml. Sedangkan kelimpahan
zooplanktonnya berkisar antara 2547 – 22.080 sel/ml. Filum yang ditemukan pada
minggu ke-2 adalah chloropytha, cyanophyta, diatom, tintinnidiae, copepoda,
rotifera, dinoflagelata (tabel 6). Indeks keragaman antara 1,33 - 2,20 yang berarti indeks keragaman
dari petak 3 adalah sedang.
Pengambilan sampel plankton pada minggu
ketiga diambil pada saat tambak berumur 34 hari. Kecerahan air pada petak 3
adalah 40 cm, nilai kecerahan menurun bila dibandingkan minggu pertama.
Penurunan kecerahan bisa diakibatkan karena adanya pertambahan plankton.
Dilihat dair warna airnya, tampak bahwa mengalami perubahan dari yang semula
hijau muda menjadi hijau kegelapan. Kecerahan dan warna air sangat berkaitan
dengan keberadaan plankton, menurut Anonymous (2008),
Kelimpahan fitoplankton pada
minggu ke-3 meningkat yaitu berkisar antara 6794 – 26.326 sel/ml. Sedangkan
kelimpahan zooplanktonnya berkisar antara 3397 – 24.628 sel/ml. Plankton yang
ditemukan dari filum chloropytha, cyanophyta, diatom, copepoda, dinoflagelata
(tabel 7). Indeks keragaman
antara 1,49-2,06 yang berarti indeks keragaman dari petak 3 adalah sedang.
3.5 Dinamika Plankton
Dari data hasil pengamatan
plankton dan kualitas air dapat dilihat adanya perubahan jumlah plankton yang
didapat dalam pengamatan dibawah mikroskop disetiap waktu pengambilan sampel. Plankton dalam petak 3
mengalami fluktuasi harian dimana, terdapat perbedaan dominasi plankton dari
setiap filum pada setiap waktu pengambilan sampel. Adapun untuk fitoplankton
ditemukan golongan chlorophyta, chyanophyta, diatom dan dinoflagelata.
Sedangkan untuk zooplankton ditemukan golongan copepoda, rotifera dan titinnididae.
3.5.1 Chlorophyta
Kelimpahan fitoplankton dari filum chlorophyta tinggi pada siang hari. Pada minggu ke- 1 kelimpahan filum chlorophyta pada pagi hari sebesar 849
sel/ml , pada siang
hari sebesar 2547 sel/ml dan sore hari sebesar 849 sel/ml. Namun, jumlah ini lebih sedikit
dibandingkan golongan Cyanophyta. Pada minggu ke- 2 kelimpahan chlorophyta
meningkat yaitu pada pagi hari sebanyak 5955 sel/ml, pada siang hari sebanyak 3397 sel/ml, dan sore hari sebanyak 849 sel/ml. Pada minggu ke- 3 kelimpahan menurun yaitu sebesar 2547 sel/ml pada pagi hari dan sianghari, sedangkan sore hari
sebesar 1698 sel/ml.
Kelimpahan chlorophyta lebih banyak pada
minggu kedua dibandingakan minggu pertama dan ketiga, namun jumlah ini lebih
sedikit dibandingkan kelimpahan filum cyanophyta dan copepoda. Salah
satu speies dari chlorophyta yang didapatkan adalah Chlorella sp.
Menurut Isnansetyo dan
Kurniastuty (1995), Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh
dimana-mana, kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini
dapat tumbuh pada salinitas 0-35 ppt. salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas
optimum untuk pertumbuhan alga ini. Alga ini masih dapat bertahan hidup pada
suhu 40o C, tetapi tidak tumbuh. Kisaran suhu 25o-30o
C merupakan kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan alga ini.
3.5.2 Chyanophyta
Berdasarkan hasil pengamatn filum chyanophyta dari minggu ke- 1 sampai
minggu ke- 3 banyak terdapat di perairan pada waktu pagi dan siang hari, sedangkan sore hari menurun
(tabel 5 – 7). Dari filum chyanophyta ditemukan 3 spesies yaitu Spirulina sp, Oscillatoria dan Trichodesmium
erythreum. Menurut Sachlan (1982), Chyanophyta atau alga hijau-biru, ialah
tumbuh-tumbuhan pertama yang dapat berfotosintesis, dan dianggap salah satu
pelopor dari penghidupan yang terpenting di dunia ini. Diantara sifat khas yang
dimilikinya antara lain; tahan kering, di alam bebas seringkali terdapat
lapisan-lapisan tipis berwarna hijau-biru, di selokan-selokan atau pinggir
kali. Alga-biru yang pernah mengalami kekeringan air beberapa bulan ini dapat
aktif hidup lagi (biasanya dari genus Oscillatoria).
Ganggang hijau-biru umumnya
terdapat di perairan pantai dan perairan payau. Salah satu jenis yang dapat
hidup di perairan miskin akan zat hara adalah Trichodesmium. Ganggang ini
bersel tunggal dengan ukuran hanya 0,001 mm, tersebar luas dan cukup banyak
serta diduga merupakan makanan zooplankton kacil. Selnya yang lunak, kaya akan
pigmen phycoerythrin sehingga berwarna kemerahan. Gerombolan Trichodesmium umum
dijumpai di Laut Jawa dan Samudera Hindia, kadang-kadang hanyut beberapa
kilometer sejajar pantai (Arinardi, dkk., 1996).
Spirulina merupakan phytoplankton yang
kosmopolit. Dikenal dengan berbagai macam spesies dan berbagai macam habitat
mulai dari lingkungan terestrial, air tawar, air payau, air asin hingga
danau-danau garam. Spirulina lebih menyukai perairan yang cenderung alkalin, pH
yang baik untuk pertumbuhan berkisar antara 7,2 -9,5. Akan tetapi, ada beberapa
spesies yang masih dapat bertahan hingga pH 11. Ketahanan terhadap kadar garam
juga sangat menakjubkan, karena ada spesies Spirulina yang tahan kadar garam
hingga 85 gram/L. Fitoplankton ini akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu
antara 25o-35oC (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
3.5.3 Diatom
Berdasarkan hasil pengamatan
dibawah mikroskop dapat diketahui bahwa golongan diatom banyak terdapat
diperairan pada waktu pagi dan siang hari (tabel 5 – 7). Pada sampel sore dimana
terdapat penurunan intensitas cahaya matahari, golongan diatom tidak banyak
ditemuai dibanding dengan waktu pengambilan yang intensitas cahayanya masih
banyak. Klimpahan
diatom terus meningkat untuk pengamatan minggu berikutnya.
Diatom disebut juga
golden-brown algae karena kandungan peigmen warna kuning lebih banyak dari pada
pigmen warna hijau sehingga perairan yang padat diatomnya akan terlihat agak
coklat muda. Diatom merupakan anggota fitoplankton terbanyak (dominan) di laut, terutama
di laut terbuka dan ukurannya berkisar 0,01-1,00 mm (Sachlan, 1982).
Adapun plankton dari golongan
diatom yang ditemukan adalah Chaetoceros, Nitzschia closterium, Skeletonema,
Coscinodiscus dan Amphora. Menurut Isnansetyo dan Kurniasuty (1995),
Skleletonema merupakan diatom yang bersifat eurythermal, yang mampu tumbuh pada
kisaran suhu 3o-30o C. Untuk pertumbuhan optimal alga ini
membutuhkan kisaran suhu antara 25o-27o C. Pada kisaran
suhu 15o-34o C, alga ini masih dapat tumbuh dengan baik.
Alga ini juga bersifat eurihaline, hidup di laut, pantai dan muara sungai.
Salinitas optimal untuk pertumbuhannya 25-29 ppt. Pertumbuhan alga ini banyak
dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Periode penyinarannya 10-12 jam gelap
merupakan periode penyinaran yang optimum untuk pertumbuhan. Peningkatan
intensitas sinar dari 500-12.000 lux dapat meningkatkan pertumbuhan alga ini.
Akan tetapi menurun jika intensitas melebihi 12.000 lux. Plankton lain yang
ditemukan adalah chaetoceros, jenis ini toleran terhadap suhu air yang tinggi.
Pada suhu air 40o C. Phytoplankton ini masih dapat bertahan hidup,
akan tetapi tidak berkembang. Alga ini kan tumbuh optimal pada kisaran suhu 25o-30o
C dan masih dapat tumbuh pada suhu 37oC.
Toleransi terhadap kisaran salinitas sangat lebar yaitu 6-50 permil, sedangkan
kisaran salinitas 17-25 permil merupakan salinitas optimal untuk
pertumbuhannya. Salinitas minimum untuk pertumbuhan alga ini adalah 6 permil.
Laju pertumbuhan Chaetoceros naik pada intensitas penyinaran 500-10.000 lux.
3.5.4 Copepoda
Copepoda adalah salah satu
filum dari zooplankton (plankton hewani) dan merupakan pemangsa terbesar
golongan diatom. Menurut Arinardi dkk (1996), zooplankton hampir dijumpai
diseluruh habitat akuatik tetapi kelimpahan dan komposisinya bervariasi
tergantung keadaan lingkungan dan biasanya terkait erat dengan perubahan musim.
Faktor fisik-kimia seperti suhu, intensitas cahaya, salinitas, pH, dan zat
cemaran memegang peranan penting dalam menentukan keberadaan (kelimpahan) jenis
plankton di perairan. Sedang faktor biotik seperti tersedianya pakan, banyaknya predator dan
adanya pesaing dapat mempengaruhi komposisi spesies.
Data dilapangan menunjukkan
bahwa copepoda mengalami dinamika yang cukup nyata. Copepoda lebih banyak ditemukan pada
pagi dan sore yaitu ketika intensitas cahaya matahari berkurang. Utamanya pada
sampel sore dari minggu ke minggu menunjukkan adanya dominasi dari golongan
ini, dan jumlahnya terus meningkat pada minggu selanjutnya.
Dari hasil pengamatan, didapatkan kelimpahan copepoda yang paling tinggi
adalah pada minggu ketiga yaitu pagi hari sebesar 24.628 sel/ml, siang hari sebesar 3397 sel/ml dan sampel sore sebanyak 23.779 sel/ml. Adapun spesies dari copepoda
yang berhasil ditemukan adalah Paracelcus edwadsii, Euchaeta concinna dan Mormonilla polaris.
3.5.5
Dinamika
harian plankton
Dinamika harian plankton yang dimaksud adalah adanya perubahan
kelimpahan dan komposisi plankton dari waktu ke waktu. Lebih jelas mengenai
dinamika harian plankton dapat dilihat pada gambar 5-7
Gambar 5. Dinamika kelimpahan harian
plankton pada minggu ke- 1
Gambar 6. Dinamika kelimpahan harian
plankton pada minggu ke- 2
Gambar 7. Dinamika kelimpahan harian
plankton pada minggu ke- 3
Pada minggu pertama, kedua dan ketiga menunjukkan
adanya dominasi disetiap waktu pengambilan sampel. Adanya gambaran pada grafik
tersebut juga mencerminkan bawasanya keberadaan plankton selalu mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan itu bisa dikarenakan faktor kimia dan
fisika di lingkungan perairan, faktor biologis seperti reproduksi dan adanya
proses dimakan dan memakan antara fitoplankton dan zooplankton dan zooplankton
lain yang kanibal juga predasi dari udang vannamei yang ada ditambak dan lain
sebagainya.
Dari grafik
terlihat jelas bagaimana dinamika plankton baik fitoplankton maupun
zooplankton. Fitoplankton yang terdiri dari filum chlorophyta, chyanophyta dan
diatom melimpah pada siang hari karena pada siang hari fitoplankton akan
mengadakan fotosintesis. Adapun yang mendominasi dari fitoplankton tersebut
adalah dari filum diatom dan chyanophyta. Kedua filum tersebut lebih banyak
karena lebih toleran terhadap suhu yang tinggi. Chyanophyta dapat hidup antara
suhu 25 – 35 oC sedangkan diatom masih bisa tumbuh pada suhu 37oC.
Berbeda dengan fitoplankton yang menyukai adanya cahaya denagn
intensitas tertentu, zooplankton menunjukkan reaksi sebaliknya. Pada siang hari
dalam pengamatan 3 minggu, kelimpahan zooplankton lebih sedikit. Zooplankton
bersifat fototaksis negatif jadi akan turun kebawah jika intensitas cahaya tinggi.
Sedangkan pada malam hari akan naik ke epilimnion dan mendominsi perairan pada
sore hingga mata hari belum terbit. Pada waktu itu pula, kelimpahan
fitoplankton akan berkurang di daerah epilimnion. Berkurangnya kelimpahan
fitoplankton ini dapat disebabkan karena pada malam hari cenderung tidak
melakukan fotosintesis sehingga turun ke bawah dan adanya predasi dari
zooplankton yang melimpah jadi populasi fitoplankton akan berkurang.
Perubahan komunitas plankton
dapat disebabkan oleh migrasi harian zooplankton. Pada siang hari, plankton
bergerak kelapisan bawah untuk menghindari cahaya matahari atau mencari makan
dilapisan lebih dalam. Sedang dimalam hari, plankton bergerak ke permukaan dan
lalu menyebar karena suhu yang sejuk dan makanan yang juga melimpah. Untuk
migrasi harian ini telah diajukan beberapa teori yaitu bahwa zooplankton dapat
menyimpan energinya dengan mengurangi metabolisme apabila tinggal di lapisan
yang suhunya sejuk. Teori lainnya mengatakan bahwa dengan terpisahnya kelompok
fitoplankton dan zooplankton pada waktu cahaya sedang maksimum, akan memberikan
kesempatan fitoplankton untuk berkembang lebih cepat. Migrasi vertikal ini akan
lebih menguntungkan dilakukan pada perairan yang terstratifikasi dari pada yang homogen (Arinardi dkk.,
1996)
4.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dalam Praktik Kerja Lapang yang berjudul ”Dinamika
Plankton di Tambak Intensif Udang Vannamei” ini dapat diambil beberapa
kesimpulan antara lain :
- Bahan dasar tambak dibuat dari
beton sehingga unsur hara yang didapatkan berasal dari masukan air laut/tawar
dan hasil dekomposisi dari sisa pakan.
- Data kualitas air diperoleh, kecerahan pada minggu pertama 150 cm, minggu kedua sebesar 60 cm
dan minggu ketiga sebesar 40 cm. Salinitas berkisar antara 33-35 ‰ dan pH berada
dalam suasana basa nilainya berkisar antara 8,25-8,67. kadar nitrat antara 2,5 - 9,2
mg/l; kadar fosfat antara 0,04 - 0,13 mg/l, kandungan TOM berkisar antara 75,84
- 108,704 mg/l.
- Kelimpahan plankton yang
dihitung merupakan pendugaan kelimpahan plankton yang ada di perairan tambak
- Plankton yang ditemukan yaitu
fitoplankton (filum chloropytha, cyanophyta, diatom, dan dinoflagelata), zooplankton (filum tintinidae,
copepoda dan rotifera)
- Populasi plankton mengalami
perubahan dari waktu ke waktu karena perubahan dari faktor lingkungan yang
meliputi faktor kimia (pH, nitrat, fosfat dan TOM); faktor fisika (kecerahan
dan salinitas) dan faktor biologi (reproduksi, mortalitas dan predasi).
-
Pada pagi hari ( 06.00 WIB) perairan tambak banyak
ditemukan plankton dari golongan diatom, cyanophyta dan copepoda. Kelimpahan
filum diatom berkisar 4246 sel/ml – 9431 sel/ml. Kelimpahan filum cyanophyta
berkisar 4246 sel/ml – 14437 sel/ml. Kelimpahan filum copepoda berkisar 5095
sel/ml – 24628 sel/ml.
-
Pada siang hari (12.00 WIB) plankton yang mendominasi
adalah dari filum diatom (6794 sel/ml – 7643 sel/ml) dan yang paling sedikit dari filum copepoda
(1698 sel/ml – 3397 sel/ml).
-
Pada sore hari (18.00 WIB), plankton yang mendominasi
adalah dari filum copepoda (11040 sel/ml – 23779 sel/ml).
4.2 Saran
Untuk instansi tempat PKL
-
Diperlukan monitoring secara kontinyu tentang kelimpahan
dan komposisi plankton di tambak.
-
Diharapkan penggunaan pakan bisa ditekan agar sisa pakan
tidak menjadi racun didasar tambak dan pencemar lingkungan ketika air telah
dibuang.
-
Diperlukan instalasi pengelolaan air limbah sebelum
dibuang langsung ke laut untuk mencegah pencemaran dan penularan penyakit
antara petani tambak.
Untuk mahasiswa
-
Diharapkan lebih banyak mengadakan penelitian mengenai plankton
sebagai solusi pakan alami yang ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang.
Kanisius. Yogyakarta.
Andayani, Sri, Prapti Sunarni, Purwohadiyanto. 2006. Pemupukan dan Kesuburan
Perairan Budidaya. Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya Universitas Brawijaya.
Malang
Andayani, Sri. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan.
Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya Peraiaran Universitas Brawijaya. Malang
Anonymous, 2008. http://blogspot.com/2008/08/warna-air-tambak-02-aspek-analisis.html.
Diakses tanggal 30 Juni 2009 pukul 19.08 WIB.
Anonymous, 2009.
http://digilib.unila.ac.id/go.php?id=laptunilapp-gdl-res-2007-sitihudaid-696.
Diakses tanggal 30 Juni 2009 pukul 19.00 WIB
Arinardi, Trimaningsih, Sumijo
Hadi Riyono, Elly Asnaryanti. 1996. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton
Predominan di Perairan Kawasan Tengah Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya
dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta
Haliman, W. R dan Dian Adijaya. 2006. Udang Vannamei.
Penebar Swadaya. Jakarata
Herawati, Endang Yuli dan Kusriani. 2005. Planktonologi. Fakultas
Perikanan Universitas Brawijaya Malang.
Herawati, Endang Yuli, Uun Yanuhar dan Putut Widjanarko. 2010. Modul
Penuntun Praktikum Manajemen Kualitas Air Semester Ganjil 2010. Fakulatas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang
ISAPP.
(2004). Introduction to Probiotics and Prebiotics. www.usprobiotics.org
Isnansetyo, alim dan kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.
Marindro. 2009. Permasalahan
Kualitas Air Tambak. http://marindro.blogspot.com.
Diakses tanggal 19 Maret 2009, pukul 21. 30 WIB
Marzuki. 1983. Metode Penelitian. Gramedia. Jakarta.
Murdjani, M., Nurlaini, L. Y., dan Triastutik. G. 2003. Peran PCR
sebagai Alat Deteksi Dini Infeksi Penyakit Viral pada Budidaya Ikan dan Udang.
Direktorat Perikanan Budidaya BBAP. Situbondo.
Odum, 1971. Fundamental of
Ecology 3rd Edition. W.B. Saunders Company London. New York. Toronto.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi.
Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang.
Sarwono, J. 2008. Strategi Pengumpulan data Primer Sacara Online.
Jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Subandiono, dkk. (2001). Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fab.)
Berwawasan Lingkungan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Suryabrata. 1994. Metodologi Penelitian. Rajawali Press. Jakarta.
Suryanto, Asus Maizar. 2006. Planktonologi (Peranan Unsur Hara Bagi
Fitoplankton). Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang.
Sutanto, I. (2002). Aplikasi Sistem Heterotrof Sebagai Upaya Dalam
Pengendalian Penyakit Pada Budidaya Udang Windu dan Vaname. Dalam Seminar
Nasional Crustacea ke-2